REKOMENDASI PENCEGAHAN DIFTERI



1.  Saat ini masih berlangsung KLB difteri di wilayah yang akan menjadi lokasi penyelenggaraan dan penyanggah ASIAN GAMES (8 provinsi). Terjadi penambahan kasus baru dalam satu bulan terakhir pada 5 dari 8 provinsi.

2.    Risiko bila tidak dilakukan penanggulangan komprehensif saat ini, dikhawatirkan saat penyelenggaraan ASIAN GAMES akan terjadi penularan pada massa yang akan berkumpul.

3.    Usia terendah kasus difteri adalah kurang dari satu tahun dan usia tertinggi adalah 59 tahun. Range usia terbanyak adalah usia 1 (satu) hingga 18 tahun. Dalam tiga tahun terakhir proporsi kelompok umur kasus terbesar adalah usia lebih dari 5 tahun.

4.    Akumulasi kelompok rentan (susceptible) berdasarkan imunisasi dasar dari 2008-2016, tidak berbanding lurus dengan terjadinya KLB difteri di suatu daerah. Ini menunjukan imunisasi dasar saja tidak cukup untuk memberikan perlindungan sehingga meningkatkan immunity gap / kesenjangan imunitas pada populasi. Capaian cakupan imunisasi batita masih rendah secara nasional, pada 8 provinsi mencapai 60,4%.

5. Terdapat pengalaman daerah dalam penanggulangan KLB difteri dengan melaksanakan ORI/imunisasi massal dengan sasaran usia yang cukup luas yaitu < 15 tahun dan hasil cakupan tinggi, dengan menunjukan kencendrungan penurunan kasus.




    Rekomendasi :

Mempertimbangkan kajian epidemiologi, ketersediaan sumber daya serta pengalaman empiris dalam penanggulangan KLB difteri, maka perlu dilakukan Langkah – langkah sebagai berikut :

1.    Membuat surat edaran dari Kemendagri ke seluruh Gubernur/Bupati/Walikota tentang penguatan Imunisasi rutin dan peningkatan surveilans difteri, serta melakukan penanggulangan KLB difteri di daerah terjangkit secara optimal.

2.    Melakukan upaya untuk menutup kesenjangan imunitas (immunity gap), dengan melakukan 3 putaran ORI dengan cakupan tinggi (>90%), pada saat 0-1-6 bulan tanpa memandang status imunisasi, di kabupaten terjangkit dan berisiko tinggi difteri di 8 provinsi. Sasaran kelompok umur 1 - 18 tahun (sampai kelas tiga SLTA).

3.    Bagi Tim ASIAN GAMES dari negara yang akan datang ke Indonesia, dianjurkan mendapatkan imunisasi difteri lengkap atau minimal 1 doses 4 minggu sebelum kedatangannya.

4.    Bagi Tim ASIAN GAMES dari Indonesia, diharuskan mendapatkan imunisasi difteri lengkap minimal 4 minggu sebelum mengikuti kegiatan ASIAN GAMES.

5.    Terkait item no 3 dan 4, perlu koordinasi dengan Kementerian Olah raga/Kementerian Luar negeri untuk mempersiapkan surat pemberitahuan ke negara-negara peserta.
6.    Melibatkan KKP dalam skrining pengecekan status Imunisasi difteri bagi setiap Tim ASIAN GAMES yang masuk wilayah Indonesia.



7.    Melakukan analisa sero epidemiologi dari specimen (tahun 2012) yang ada di Badan Litbangkes untuk mengetahui kelompok umur rentan. Hasil sero epidemiologi dapat menjadi acuan untuk menetukan sasaran pelaksanaan SIA dalam rangka penanggulangan KLB Difteri.

8.    Semua petugas kesehatan yang berisiko agar mendapatkan imunisasi difteri 3 dosis dengan interval 0, 1, 6 bulan atau melengkapi imunisasi difteri yang pernah didapat.

9.    Memberikan imunisasi booster difteri usia dewasa setiap 10 tahun sekali.

10.  Tatalaksana dilakukan pada kasus, kontak dan karier:

a.   Tatalaksana kasus klinis yaitu yang ditemukan adanya infeksi saluran pernafasan dan pseudomembran. Kasus diisolasi, diambil sampel kultur swab hidung dan tenggorok dengan menggunakan media amis transport, pemberian antibiotik dan pemberian Anti Difteri Serum (ADS) tanpa menunggu hasil laboratorium. Pemberian ADS disesuaikan dengan rekomendasi WHO. Tatalaksana selanjutnya harus disertai dengan pengamatan adanya komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Pengambilan sampel pada kasus hari pertama dan kedua, selanjutnya pada hari ketujuh.

b.   Tatalaksana kontak, dilakukan pengambilan sampel swab hidung dan tenggorok, pemberian antibiotik profilaksis sesuai dosis selama 7-10 hari. Jika hasil laboratorium kontak penderita positif (karier) maka di lanjutkan pemberian antibiotik selama 7-10 hari lagi sampai hasil laboratoriumnya negatif.

c.   Melakukan pemantauan minum obat kontak dan karier agar obat di minum sesuai aturan.

11.  Membentuk jejaring laboratorium difteri yang mampu melakukan pemeriksaan toksigenik (untuk konfirmasi) bakteri, secara bertahap. Dapat mempertimbangkan BBLK surabaya, Litbangkes sebagai rujukan nasional dan mengembangkan ke BBTKL Jakarta, Jogjakarta dan Banjar baru

12.  Standar pemeriksaan laboratorium adalah kultur untuk semua KLB (kasus dan kontak) dan pemeriksaan elek test untuk kasus indeks.


Sumber:

Prof.Dr.dr. Ismoedijanto,Sp.A (K)

0 komentar:

Post a Comment